Artikel ini merupakan bagian kedua dari trilogi tulisan Eko Maung. Bagian pertama adalah artikel berjudul: Memidanakan Suporter Sepakbola.
Di era teknologi informasi dan semua
orang begitu mudah mendapatkan informasi utamanya melalui media-media
sosial dan media online, karena diterima secara masiv dan cepat, maka
seringkali hal-hal yang sesungguhnya keliru menjadi dianggap benar dan
semakin disebarluaskan. Maka sebelum membahas perseteruan antara kedua
kelompok suporter, ada baiknya kita meluruskan persepsi yang belakangan
semakin keliru dan mengganggu.
Pertama adalah kekeliruan mengenai
sejarah klub itu sendiri, banyak media baru yang menganggap dan
meyakinkan banyak orang bahwa PERSIB vs Persija adalah laga klasik,
bergengsi yang sejak dulu tak hanya seru didalam lapang namun juga luar
lapang dan melibatkan banyak hal termasuk perseteruan suporter semenjak
jaman perserikatan. Kenyataannya adalah: duel klasik yang melibatkan
massa besar dan suporter fanatik serta layak disebut musuh bebuyutan
bagi PERSIB diera perserikatan adalah laga-laga menghadapi duo ayam,
yaitu Ayam Kinantan (PSMS Medan) dan Ayam Jantan Dari Timur (PSM
Makasar)+bolehlah kita masukkan juga Persebaya Surabaya sebagai seteru.
Ya!, Bandung, Medan, Surabaya, dan
Makasar adalah 4 kota yang dapat kita katakan memiliki tradisi sepakbola
yang mengakar, maka tak heran suporter sepakbola ini mencakup 3
generasi (Kakek, Ayah , Anak), ini berbeda dengan kota-kota lain yang
memiliki suporter yang identik dengan kelompok suporter (biasanya
memiliki embel-embel mania dibelakangnya), bisa dipastikan eksistensi
suporter jenis ini adalah trend yang menjamur diera pasca kompetisi
perserikatan, termasuk Jakmania. Sehingga adalah kekeliruan besar bagi
mereka yang mengatakan laga Persija vs PERSIB adalah laga klasik yang
melibatkan suporter kedua tim selama puluhan tahun, dan lebih gilanya
lagi ada juga media yang menyesatkan umat dengan mengatakan bahwa
kandang Persija diera perserikatan adalah stadion Senayan, padahal
kandang Persija diera perserikatan adalah stadion menteng yang sekarang
telah digusur.
Jika dikatakan bahwa Persija Jakarta
pernah menjadi tim bagus diera perserikatan, ya itu betul karena mereka
memang memiliki masa-masa itu tapi tetap harus diingat bahwa prestasi
bagus Persija dimasa lalu tidak berbanding lurus dengan jumlah massa
pendukung mereka, sebelum lahirnya Jakmania penonton laga Persija
hanyalah simpatisan-simpatisan dan keluarga pengurus yang jumlahnya
tentu tidak seberapa.
Perlu diketahui juga oleh para bobotoh
muda bahwa jika membicarakan tim Jakarta yang layak diperhitungkan saat
kita berbicara era awal liga Indonesia maka tim itu adalah tim Pelita
Jaya Jakarta, mereka memiliki kelompok pendukung bernama the Commandos
yang identik dengan anak-anak kaya, cewek-cewek cantik, yang tentu saja
jumlahnya sangat-sangat sedikit, bahkan stadion mini mereka yaitu
stadion lebak bulus pun tak pernah penuh jika Pelita Jaya bermain.
Kembali ke Persija, diawal era liga
Indonesia (sekitar tahun 1994-1995), Persija dapat dikatakan tim yang
tak diperhitungkan, minim dana, pemain-pemain gurem, stadion menteng
yang kurang perawatan dan selalu sepi, dan satu hal yang perlu diingat
bahwa warna tim Persija adalah merah bukan oranye seperti sekarang.
Semua berubah sekitar tahun 1997, adalah seorang gugun gondrong pelaku
utamanya, dalam sebuah memoar yang saya ingat dia pernah mengatakan
cukup gerah dengan ke Jakartaan kota Jakarta yang semakin tersingkir
oleh pendatang, salah satu parameternya dari kehadiran penonton
sepakbola saat Persija bermain.
Jika Persija menjamu PSMS yang menuhin
stadion menteng pastilah orang batak, jika menjamu PSIS atau persebaya
pastilah orang jawa yang mendominasi, begitupun saat meladeni PERSIB,
pastilah urang sunda yang menyesaki menteng. Intinya disanalah gugun
mulai menyentuh sisi emosional orang-orang yang sehari-hari hidup di
Jakarta bahwa saatnya menanggalkan klub daerah masing-masing dan
mendukung tim dimana mereka beraktivitas yaitu Persija. Dan tentu saja
bukanlah hal mudah untuk menyentuh sisi emosional ini, apalagi memaksa
seseorang untuk mendukung salah satu tim sepakbola. Hal ini perlu
dirangsang dan bersambutlah seorang Sutiyoso yang membutuhkan “kelompok
sayap” untuk menopang kekuatan politisnya, 2 yang paling menonjol
menurut saya adalah upaya sutiyoso untuk menggandeng Jakmania dan FBR,
saya tak taulah tentang FBR, namun untuk Jakmania saya tahu bahwa mereka
dirangsang dengan tiket-tiket gratis bahkan disediakan hingga tingkat
kelurahan, dan upaya rekayasa membangun fanatisme ini diupayakan juga
dengan angkutan-angkutan umum gratis seperti metromini yang menjemput
dan mengangkut mereka ke stadion. Sungguh berbeda bukan dengan fanatisme
alami ala bobotoh yang harus mencari setengah mati tiket-tiket berharga
mahal dan susah payah mencapai lokasi pertandingan.
Pasca sentuhan Sutiyoso inilah Persija
dan suporternya bertransformasi memasuki era baru yang membuat mereka
diperhitungkan. Berbicara mengenai pembangunan suporter, Jakmania pun
tentunya memerlukan rujukan dan konon kota Bandunglah yang mereka
jadikan rujukan, maka tak perlu heran jika pengurus-pengurus Jakmania
pada awalnya justru sering berkunjung ke bilangan gurame di kota Bandung
untuk “belajar”, tepatnya di markas salah satu kelompok bobotoh yaitu
Viking. Maka tak perlu heran jika pada awalnya pengurus kedua kelompok
suporter ini sebenarnya saling mengenal dan jauh dari bayangan keadaan
saat ini. Lebih jauhnya saya tak ingin terlalu banyak menulis mengenai
ini karena saya hanya mendengar sepotong-sepotong saja dan khawatir itu
pun tidak valid seutuhnya. Oleh karena itu saya ingin langsung beranjak
kepada salah satu momentum yang saya alami sendiri yaitu bentrokan
pertama suporter PERSIB dengan Jakmania, saya sengaja mengatakan
“suporter PERSIB”, dan bukannya menyebut Viking ataupun bobotoh karena
konon yang terlibat dalam bentrokan ini bukanlah anak-anak Viking tapi
menyebut bobotoh pun tak elok karena dapat menyeret dan menggeneralisir.
Gesekan pertama
Gesekan pertama terjadi sekitar tahun 1999 di Siliwangi Bandung, saat itu Persija yang disuntik dana besar oleh Sutiyoso hadir dengan materi-materi terbaik dimasanya seperti Luciano Leandro, Dedi Umarella dll, sedangkan PERSIB bermaterikan pemain-pemain veteran dan lokal yang tak terlalu mentereng namanya. Luar biasa animo bobotoh dalam laga ini, saya ingat betul saat itu sulit sekali untuk mendapatkan tiket tribun timur, dulu Viking masih menguasai tribun selatan, dan elemen-elemen bobotoh yang menjadi cikal bakal BOMBER masih tersebar seperti stone lovers, suporter forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, robokop, Casper, tiger fortune dll.
Gesekan pertama terjadi sekitar tahun 1999 di Siliwangi Bandung, saat itu Persija yang disuntik dana besar oleh Sutiyoso hadir dengan materi-materi terbaik dimasanya seperti Luciano Leandro, Dedi Umarella dll, sedangkan PERSIB bermaterikan pemain-pemain veteran dan lokal yang tak terlalu mentereng namanya. Luar biasa animo bobotoh dalam laga ini, saya ingat betul saat itu sulit sekali untuk mendapatkan tiket tribun timur, dulu Viking masih menguasai tribun selatan, dan elemen-elemen bobotoh yang menjadi cikal bakal BOMBER masih tersebar seperti stone lovers, suporter forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, robokop, Casper, tiger fortune dll.
Disaat itu puluhan ribu bobotoh masih
tertahan diluar tak dapat masuk stadion, sementara suasana di dalam
stadion pun semakin tak nyaman karena penonton berdesakan. Disaat itulah
tiba-tiba banyak bus mendekat ke area stadion, mereka adalah bus-bus
yang membawa Jakmania, kalau tidak salah ada sekitar 7 bus, cukup banyak
memang karena gratisan dan disupport dana oleh sutiyoso. Terbayang apa
yang terjadi, disaat “penduduk asli” yaitu suporter tuan rumah pun emosi
karena tidak dapat masuk stadion, tiba-tiba datanglah “tamu tak
diundang” dari ibukota, dengan gaya yang mungkin dianggap kurang
berkenan maka terjadilah gesekan itu, saya kurang tau persisnya namun
beberapa bus memutar ke arah jalan menado dengan kaca-kaca pecah dan
terdengar kata-kata makian.
Alkisah PERSIB kalah hari itu, kericuhan
terjadi di dalam dan di luar stadion, saya ingat benar saat itu Luciano
Leandro kepalanya bocor terkena lemparan batu, dan musim itu adalah
musim dimana jerseynya sangat saya suka yaitu apparel reebok, cukup
elegan dan simpel, harga originalnya di toko olahraga berkelas di BiP
sekitar Rp. 79.000,00 , harga yang terbilang cukup mahal pada saat itu
(cik mun ayeuna aya keneh jersey eta harga sakitu diborong tah ku aing!-
teu make anj!#*).
Gesekan berlanjut
Di masa itu PERSIB memang kurang bersinar, nama besar dan loyalitas bobotoh-nya lah yang membuat PERSIB tetap disegani, dan diantara keredupannya itu, tetap ada satu nama yang mampu menjada track PERSIB sebagai penyuplai pemain untuk tim nasional setelah berakhirnya era Robi Darwis, satu-satunya pemain PERSIB yang tetap dipanggil oleh tim nasional itu adalah pemilik VO2MAX tertinggi di timnas pada saat itu, salah satu pemain favorit penulis, dia adalah Yaris Riyadi.
Di masa itu PERSIB memang kurang bersinar, nama besar dan loyalitas bobotoh-nya lah yang membuat PERSIB tetap disegani, dan diantara keredupannya itu, tetap ada satu nama yang mampu menjada track PERSIB sebagai penyuplai pemain untuk tim nasional setelah berakhirnya era Robi Darwis, satu-satunya pemain PERSIB yang tetap dipanggil oleh tim nasional itu adalah pemilik VO2MAX tertinggi di timnas pada saat itu, salah satu pemain favorit penulis, dia adalah Yaris Riyadi.
Dengan adanya satu wakil PERSIB di
timnas maka sudah menjadi alasan yang cukup kuat bagi bobotoh untuk
tetap setia memberi dukungan kepada tim merah putih, terutama saat
berlaga di GBK, dan diantara mereka yang rajin nonton timnas adalah
anak-anak Viking Jabodetabek (sekarang kan memekarkan diri menjadi vkg
bekasi, bogor dsb), nah konon katanya, euceuk, ceunah, meureun, sejak
kejadian bentrok di Bandung itu, anak-anak Jakmania mulai melakukan
intimidasi dan gangguan-gangguan serius kepada anak-anak Viking
jabodetabek ataupun para penonton asal Bandung, alkisah makin lama makin
hot dan dibalas pula dalam setiap kesempatan meskipun itu diluar laga
PERSIB vs Persija. Salah satu yang saya ingat adalah gangguan yang
ditujukan pada Jakmania ketika Persija bertandang ke kandang persikab di
stadion sangkuriang cimahi, rupanya acara ganggu-mengganggu ini cukup
banyak juga peminatnya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa peletup dan
momentum yang membuat pertikaian ini semakin membara dan sulit padam
adalah kejadian setelah kuis siapa berani di Indosiar. Saat itu
anak-anak Viking yang tampil sebagai jauara kuis rupanya telah diincar
dan siap dihabisi sejak mulai studio hingga jalan tol, insiden terhebat
adalah di pintu tol tomang, anak-anak Viking di hajar habis-habisan dan
ya begitulah tak perlu diceritakan secara detail.
Bentrokan terhebat yang terjadi pasca
insiden kuis siapa berani terjadi sekitar tahun 2001. Saat itu PERSIB
dijamu Persija di GBK Jakarta, kebetulan saat itu isu-nya masih terbatas
Viking dan Jakmania, belum bobotoh ataupun suporter PERSIB secara
keseluruhan. Saya masih ingat saat itu anak-anak Viking berangkat
menggunakan banyak bus, sedangkan Bobotoh lain berangkat menggunakan
banyak mobil pribadi,termasuk saya yang memilih menggunakan minibus
bersama kawan-kawan.
Jika tak salah dulu kami masih
menggunakan jalan via Puncak belum Cipularang, semua masih tertawa-tawa
hingga kami memasuki tol dalam kota Jakarta. Disamping kami di jalan
reguler melaju sejajar sebuah metromini sarat Jakmania yang terus
menunjuk-nunjuk kami dan meneriaki mobil kami, saat itu atmosfer
permusuhan belum separah sekarang sehingga ya berani-berani saja tetap
kibar bendera biru dan memakai baju PERSIB, karena yang punya masalah
kan Viking dan Jakmania, sedangkan kami yang tidak bergabung dengan
rombongan seharusnya aman, itu cara pikir bobotoh kebanyakan. Karena
beberapa mobil plat D didepan pun tak melepas bendera PERSIB mereka, dan
rupanya itu adalah ide buruk…sangat-sangat buruk. Lepas dari tol, mobil
kami beserta 2 mobil lainnya dikejar oleh ratusan Jakmania. Segeralah
gas ditancap dengan maksud melarikan diri, namun tak diduga macet luar
biasa di depan TVRI, mobil kami terhenti dan segeralah Jakmania
mengerubungi mobil kami, bunyi keras sekali entah apa yang mereka
gunakan untuk menghajar bodi mobil dan kaca, pendek cerita, kaca mulai
pecah dan rontok, kawan-kawan yang duduk paling dekat dengan jendela pun
terkena pukulan langsung. Saya masih ingat andai TUHAN tak segera
menolong kami saat itu mungkin kami akan menjadi bulan-bulanan paling
parah ya mati dan saya tak mungkin menulis tulisan ini. Pertolongan
TUHAN itu adalah ketenangan luar biasa dari sang sopir, meski darah
mengalir dari kepalanya dia tetap dapat melihat jalan kecil sisa galian
kabel di tepi jalan dan segera melewati jalan itu, terlewatilah
masa-masa yang tak akan pernah kami lupakan itu.
Kami dipandu oleh salah seorang Viking
jabotabek bernama Agus Rahmat dan segera mengamankan diri ke area
lapangan hoki, sementara yang lain mencoba menghentikan pendarahan dan
melakukan pertolongan pertama. Sementara itu menurut kabar anak-anak
Viking pun terlibat bentrokan hebat dan tak dapat masuk stadion,
bentrokan terjadi di luar dan dalam stadion karena beberapa kawan yang
bisa masuk stadion (konon mereka ini adalah anak-anak jabodetabek)
berada dalam jangkauan Jakmania sehingga polisi menembakkan gas air mata
untuk menghalau the jak, imbasnya sampai ke lapangan, konon Aceng
Juanda cs pun bergelimpangan di lapangan hijau akibat gas airmata ini,
PERSIB kalah 0-3 dan bagi sebagian orang yang menjadi korban insiden
pada hari itu, mereka telah menemukan alasan untuk menyatakan perang
seumur hidup kepada Jakmania, slogan-slogan permusuhan pun mulai marak
dan menjadi komoditas ekonomi untuk dicetak pada kaos-kaos suporter.
Penulis adalah bobotoh yang berkhidmat dengan akun twitter @ekomaung.
sumber by: http://simamaung.com
aplikasi adu ayam jago terbaru 2018
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete